Wednesday, January 13, 2010

CATATAN RIZAL RAMLI: Inilah Sembilan Alibi yang Memuluskan Perampokan

Bagaimana pemahaman anda tentang kasus Bank Century? Apakah anda memahami dimana letak permasalannya? Penjelasan dari Rizal Ramli yang saya ambil dari situs Rakyat Merdeka berikut ini mungkin bisa membantu memahami seluk-beluk kemelut Bank Century.


PEMERINTAH dan Bank Indonesia menggunakan alasan bahwa bail out Bank Century harus dilakukan karena memiliki risiko sistemik. Alasan tersebut sekadar alibi untuk memuluskan “perampokan” terhadap Bank Century.

Berikut adalah sejumlah fakta yang membangun pandangan ini:

1. Kesulitan likuiditas perbankan Indonesia pada akhir 2008 bukan disebabkan oleh dampak krisis ekonomi global, tetapi akibat kebijakan pengetatan moneter yang dilakukan Gubernur Bank Indonesia Boediono dan pengetatan fiskal Menteri Keuangan.

2. Bank Century adalah bank yang sangat kecil sehingga penutupan bank tersebut akan berdampak minimum terhadap perbankan Indonesia. Dana pihak ketiga di Bank Century hanya 0,68 persen dari total dana di perbankan, kredit Bank Century hanya 0,42 persen dari total kredit perbankan, aset Bank Century hanya 0,72 persen dari aset perbankan dan pangsa kreditnya hanya 0,42 persen dari total kredit perbankan.

3. Bank-bank pada November 2008 memiliki CAR rata-rata di atas 12 persen. Hanya ada 3 bank kecil yang memiliki CAR dibawah 8 persen yang merupakan batas minimum untuk pemberian bail out sesuai PBI No. 10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008. Dua diantaranya adalah Bank IFI dan Bank Century. Tetapi yang diselamatkan hanya Bank Century. Padahal Bank Century memiliki CAR hanya 2,35 persen per 30 September 2008, dan CAR negatif 3,5 persen pada saat pelaksanaan bail out. Agar Bank Century dapat menerima dana bail out sebesar Rp 6,7 trilliun, Gubernur bank Indonesia merekayasa dan mengubah Peraturan Bank Indonesia (PBI) pada tanggal 14 November 2008 tentang persyaratan CAR untuk bail out, dengan menurunkannya dari CAR 8 persen menjadi CAR asal positif. Jelas sekali bahwa Bank Century mendapatkan perlakuan khusus padahal Bank Century seharusnya ditutup.

4. Pada UU 23/2009 tentang Bank Indonesia ada pasal yang menyatakan bahwa bank yang meminta Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) harus menyerahkan agunan yang berkualitas tinggi seperti SBI, SUN, dan aset kredit lancar dalam 12 bulan terakhir. Pasal tersebut sengaja dibuat agar tidak terjadi kesalahan dan kerugian negara yang sangat besar, seperti pada krisis 1998 ketika bank-bank banyak yang menyerahkan aset bodong dan aset tidak berkualitas sebagai agunan untuk mendapatkan kredit BLBI.

5. Tetapi khusus untuk memuluskan bail out terhadap Bank Century, direkayasa perubahan pada pasal 11 ayat 4 UU BI tersebut melalui Perppu 2/2008 tanggal 13 Oktober 2008 dengan menghapuskan kewajiban agunan yang berkualitas tinggi (SBI, SUN, Kredit lancar) dan menggantinya dengan kalimat ”Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban Pemerintah” tanpa mewajibkan bank yang di bail out untuk memberikan agunan yang berkualitas tinggi.

6. Jika ada ancaman sistemik, itu artinya dalam bahasa sederhana, para nasabah beramai-ramai mengambil uangnya di bank (rush). Tetapi ketika Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) diberikan kepada Bank Century sebesar Rp 689 miliar antara tanggal 14 dan 18 November 2008, ternyata tidak terjadi rush oleh nasabah biasa. Yang mengambil uang FPJP tersebut ternyata adalah saudara Robert Tantular, dan sejumlah nasabah besar. Demikian juga ketika disetujui pemberian dana talangan berikutnya sebesar Rp 1 triliun, pengambil dana adalah Robert Tantular dkk, bukan nasabah biasa. Kedua fakta tersebut menunjukkan bahwa tidak ada ancaman sistemik.

7. Menurut pengakuan mantan Gubernur BI Boediono di DPR, krisis ekonomi telah selesai setelah kwartal pertama tahun 2009, antara Januari hingga Maret, sehingga tidak ada alasan lagi untuk menyuntikkan dana tambahan kepada Bank Century. Tetapi dalam prakteknya, Bank Century tetap menerima kucuran dana bail out sampai 24 Juli 2009!

8. Penggunaan analisa dampak sistemik terhadap Bank Century ternyata tidak memiliki basis dan kriteria kuantitatif yang memadai. Lebih banyak mengandalkan analisa psikologis yang sangat sumir, tidak terukur, ad hoc dan subjektif.

9. Dalam kesaksiannya di DPR tanggal 12 Januari 2010, Robert Tantular mengakui menerima kelebihan pembayaran dari LPS senilai Rp 1 triliun. Di pengadilan Robert Tantular telah divonis penjara selama empat tahun. Robert Tantular mengakui bahwa dia hanya mengajukan permintaan dana bail out sebesar Rp 2,7 triliun. Tetapi kaget ketika mengetahui bahwa total dana yang dikucurkan mencapai Rp 6,7 triliun. Luar biasa bahwa ada bank yang dikucurkan dana bail out jauh lebih besar dari kebutuhannya.

Bersambung

Thursday, January 7, 2010

BAHAYA: Humanisme, Pluralisme, Demokrasi !!!

Sangat jelas terlihat upaya orang-orang Liberal memanfaatkan moment kematian Gus Dur untuk menyebarkan paham sesatnya: Humanisme, Pluralisme, Demokrasi.

Berikut ini tulisan AM. Waskito yag saya ambil dari blog beliau.

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Saudaraku, perjuangan rasanya tidak mengenal kata akhir, setiap waktu setiap masa, kita terus berhadapan dengan berbagai masalah. Ummat ini harus dipedulikan, dijaga, dihargai, diperjuangkan hak-haknya, dengan sekuat kemampuan yang kita miliki. Belum juga tuntas masalah Bank Century, kita sudah menghadapi masalah baru, “Gerakan Pemujaan Abdurrahman Wahid”. Kalau Bank Century berkaitan dengan harta benda, maka dalam masalah Gus Dur ini masalah AKIDAH. Ingat akidah, ini masalah terbesar Ummat ini!!!

Banyak orang mengelu-elukan Gus Dur sebagai tokoh: HUMANISME, PLURALISME, dan DEMOKRASI. Media-media massa sangat giat mencuci otak masyarakat dengan pujian-pujian berlebihan dalam 3 persoalan itu. Sampai 9 Fraksi DPR, termasuk partai-partai Islam, menyokong usulan agar Gus Dur diangkat menjadi pahlawan nasional.

Ini sangat bahaya, sangat berbahaya. Kalau sampai Pemerintah mengabulkan tuntutan anggota DPR itu, alamat bangsa kita akan diadzab oleh Allah dengan bencana-bencana memilukan di masa ke depan. Mengapa? Untuk tokoh yang penuh permusuhan kepada Islam, menghina Al Qur’an, pembela JIL, pro Israel, dll. itu ingin ditasbihkan sebagai “pahlawan nasional”. Sedangkan almarhum Buya Natsir, mantan Ketua DDII, yang jelas-jelas jasa-jasanya diakui Dunia Islam, sampai beliau mendapatkan Faishal Award dari Kerajaan Saudi, sampai wafatnya tidak pernah diakui sebagai pahlawan nasional. Baru beberapa waktu lalu, status kepahlawanan beliau diakui.

Begitu pula, almarhum Syafruddin Prawiranegara yang menjadi Gubernur BI pertama, pernah menyelamatkan Indonesia dengan menjadi Presiden Pemerintahan RI Darurat (PDRI), beliau sampai saat ini belum juga diakui sebagai pahlawan nasional. Jasa beliau besar, tapi tidak diakui oleh negara ini.

Saya yakin, jika Gus Dur sukses diangkat sebagai pahlawan nasional, itu artinya: Kita telah mengangkat manusia yang dimurkai Allah sebagai tokoh pujaan, idola nasional. Laa haula wa laa quwwata illa billah. Ini sama saja dengan menghalalkan kehancuran, bencana, dan segala siksaan atas bangsa ini.

Ya, kalau Anda tidak percaya, lalukan saja apa yang Anda inginkan! Mari kita lihat akibatnya nanti! Saya hanya mengingatkan, sebagaimana waktu mengingatkan agar masyarakat jangan memilih SBY-Boed. Kalau kelak Anda hidup menderita, maka jangan salahkan, selain diri sendiri.

Saudaraku… Gus Dur banyak dipuji-puji sebagai tokoh Humanisme, Pluralisme, Demokrasi. Sebenarnya istilah-istilah itu apa maksudnya? Apa maknanya, dan bagaimana konsekuensinya? Disini kita akan bahas tentang bahasa besar di balik kampanye slogan Humanisme, Pluralisme, Demokrasi.

KADAR PRAKTIS-FILOSOFIS

Secara sederhana humanisme bisa diartikan sebagai kemanusiaan, pluralisme sebagai paham keragaman, dan demokrasi sebagai “penentuan keputusan dengan suara terbanyak”.

Ketika bicara tentang isu Humanisme-Pluralisme-Demokrasi, bisa dalam dua tataran. Pertama, tataran praktis, yaitu manfaat dari humanisme, pluralisme, demokrasi bagi kehidupan masyarakat. Kedua, dalam tataran filosofis, yaitu makna terdalam dari humanisme, pluralisme, demokrasi, serta pengaruhnya yang bersifat fundamental bagi keyakinan (ideologi) manusia.

Dalam tataran praktis, humanisme diamalkan misalnya dengan menyayangi orang sakit, memberi sedekah pengemis, menolong anak kecil yang jatuh, memberi bantuan sosial, mengirim Prita dengan koin-koin, menolong korban bencana alam, dsb. Jadi, tidak masalah disini, secara praktis.

Pluralisme secara praktis bisa diterjemahkan sebagai, menghargai perbedaan pendapat, mengakui keragaman potensi, kemampuan, mengakui perbedaan adat-kebiasaan, mengakui perbedaan perilaku hidup, dan lain-lain. Demokrasi diterjemahkan secara praktis, misalnya berunding dengan orang lain, bermusyawarah, melakukan undian penentuan sikap, pemilihan ketua kelompok, dan lain-lain.

Dalam tataran praktis, ya kita bisa memahaminya. Bahkan kita kerap memanfaatkan fungsi-fungsi humanitas, pluralitas, dan demokrasi itu. Ajaran Islam sangat mengakui tentang sikap tarhim (penyayang), fungsi syura (musyawarah untuk muakat), dan menghargai perbedaan pendapat fiqih (khilafiyyah).

Tetapi ketika paham Humanisme-Pluralisme-Demokrasi dibawa ke tataran ideologis, konsep pemikiran, corak keyakinan, kita akan menyaksikan betapa bahayanya konsep Humanisme-Pluralisme-Demokrasi itu. Amat sangat berbahaya. Bahkan saya yakin, Anda tidak melihatnya sedemian serius masalah in.

Konsep Humanisme-Pluralisme-Demokrasi adalah merupakan ajaran agama tersendiri. Bahkan ia sangat agressif dalam menyirnakan peranan agama-agama tradisional, termasuk Islam di dalamnya. Kalau seseorang benar-benar tahu, ada apa di balik Slogan Humanisme-Pluralisme-Demokrasi, niscaya dia benar-benar akan melakukan TAUBAT NASHUHA. Sungguh, paham Humanisme-Pluralisme-Demokrasi itu sangat membahayakan semua agama, terutama Islam.

BAHAYA HUMANISME

Islam jelas-jelas mengajarkan sikap pengasih, penyayang, bahkan sekalipun kepada binatang. Nabi Saw mengatakan, “Irhamu man fil ardhi, yarhamukum man fis sama’i” (kasihi siapa yang ada di bumi, maka akan mengasihimu siapa yang ada di langit.”

Tetapi ideologi Humanisme itu berbeda. Ia bukan sifat-sifat pengasih, penyayang, seperti yang diajarkan Islam. Namun ia adalah suatu keyakinan untuk menjadikan manusia sebagai tujuan tertinggi kehidupan ini. Bukan matahari, bulan, batu, pohon, atau kuburan yang disembah-sembah disini, tetapi yang disembah adalah human interest (kepentingan manusia) itu sendiri. Humanisme itu suatu paham untuk mengagung-agungkan kepentingan manusia, mengalahkan kepentingan apapun yang lain.

Aplikasi dari paham ini, segala apa yang merugikan kebebasan, kepentingan, selera manusia, harus ditolak jauh-jauh. Termasuk hak Allah untuk mencampuri urusan manusia, juga harus ditolak. Maka Anda saksikan, para penganut humanisme sejati, mereka tidak mau menghukum anak-anaknya, memberi kebebasan penuh kepada anak-anaknya, sekalipun untuk memilih agama, memilih tindakan seks, memilih transaksi bisnis, dsb.

Apapun yang menjerat kebebasan manusia, termasuk aturan-aturan agama, harus disingkirkan sejauh-jauhnya. Inilah ideologi asli kaum Humanis. Maka dalam Al Qur’an dikatakan, “Afa ra’aita manit takhadza ilahahu hawaha” (apakah engkau Muhammad tahu, siapa yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya). Ini benar-benar nyata, dan disebutkan demikian dalam Al Qur’an.

Sri Mulyani dalam dialog dengan Wimar Witoelar di MetroTV pernah mengatakan, setelah dia pulang dari studi di Amerika, kurang-lebih dia mengatakan, “Kemudian saya kembali ke Indonesia, kemudian menemukan suatu kehidupan yang concern utama-nya adalah manusia itu sendiri.” Ucapan Sri Mulyani ini adalah contoh bagus pemikiran seorang Humanis.

Orang-orang Humanis akan sangat banyak mengecam aturan-aturan Islam. Jangankan aturan hudud, aturan memerintahkan anak-anak shalat saja mereka tentang habis-habisan. Sebab memang concern utama mereka adalah menjadikan hawa nafsu itu sebagai sesembahan.

BAHAYA PLURALISME

Tidak kalah bahayanya adalah ideologi Pluralisme. Allahu Akbar, ini benar-benar ideologi yang amat sangat menghujat ajaran Islam. Konsep pemikirannya seolah baik, tetapi sejatinya amat sangat merusak.

Pluralisme adalah ideologi yang meyakini kebenaran majemuk (plural). Mereka itu bukan sekedar mengakui ada banyak agama di dunia ini, lebih dari itu mereka meyakini, bahwa: kebenaran itu tidak tunggal, tapi majemuk. Dengan keyakinan ini mereka mengakui bahwa semua ideologi di dunia bisa diterima sebagai kebenaran, sesuai sudut pandang masing-masing.

Kalau kita katakan, 1 + 1 = 2. Maka orang pluralis, akan mengatakan: “Relatif. Bisa 2, 3, 7, 10, bahkan tak terhingga. Tergantung dari sudut mana memandangnya.” Maka antara pemikiran PLURALISME dan RELATIVISME adalah dua saudara kembar yang saling mencintai satu sama lain.

Di mata kaum Pluralis, mereka biasa mengatakan, “Islam itu benar, menurut orang Islam. Tetapi Kristen juga benar, menurut orang Kristen. Begitu pula, orang Yahudi, Hindu, Budha, Tao, Kong Fu Tse, Sinto, Pagan Mesir, Pagan Quraisy Makkah, Majusi, dsb. mereka benar sesuai pandangan masing-masing.” Yang paling parah, mereka meyakini, bahwa syurga itu diperuntukkan bagi siapa saja, dari keyakinan apapun, termasuk atheis, selama mereka hidup di dunia sebagai orang yang bak, tidak mengganggu orang lain.

Jadi, Pluralisme ini pada dasarnya adalah KEKAFIRAN lain, setara dengan kekafiran-kekafiran di luar Islam lainnya. Bahkan, Pluralisme adalah mbah-nya kekafiran.

Coba Anda renungkan: Paham semua konsep ideologi adalah benar, sesuai pandangan masing-masing pemeluknya. Hal ini kan sama saja dengan MENGHALALKAN segala bentuk kekafiran. Kekafiran Fir’aun, musyrikin Quraisy, Rumawi, Persia, dan sebagainya dianggap tidak ada. Masya Allah, ini adalah KEKAFIRAN sekafir-kafirnya, karena memandang di dunia ini tidak ada kebathilan, semua dianggap benar dan boleh.

Tapi lucunya, kaum Pluralis itu amat sangat marah dengan kaum Mukminin. Katanya, mereka mengakui kebenaran semua keyakinan, termasuk Islam, tetapi mereka marah ketika melihat Ummat Islam meyakini agamanya dengan sangat konsisten. Mereka bisa menerima keyakinan apapun lainnya yang dipeluk para penganutnya secara konsisten, tetapi mereka amat marah ketika melihat Ummat Islam konsisten dengan agamanya. Ini menandakan, bahwa tujuan utama kaum pluralis adalah: Memerangi Islam itu sendiri!!!

Bayangkan, bagaimana kita tidak akan mengkafirkan kaum Pluralis, wong semua penganut agama di dunia, termasuk kaum-kaum yang diadzab oleh Allah di masa Nabi Nuh, Hud, Shalih, Luth, Syuaib, Fir’aun, Abu Jahal, dsb sebagai orang yang benar. “Mereka adalah benar, sesuai pandangan mereka,” begitu logika kaum Pluralis.

Sebenarnya, pandangan Pluralisme itu adalah pandangan MANUSIA PALING DUNGU di dunia, paling dungu sejak jaman Nabi Adam As, sampai jaman Hari Kiamat nanti. Mengapa dikatakan demikian? Sebab mereka meyakini bahwa semua keyakinan adalah benar. Padahal antar keyakinan itu sendiri saling bertabrakan satu sama lain. Misalnya, kaum Yahudi menganggap dirinya sebagai kaum terpilih; kaum Nashrani menganggap Yahudi sebagai domba-domba yang sesat dari kalangan Bani Israil; sementara Ummat Islam meyakini Yahudi sebagai manusia terkutuk.

Begitu pula, Hindu menganggap sapi sebagai hewan suci, Islam menganggap sapi sebagai hewan ternak, para penyayang binatang membenci manusia yang membunuh binatang, sedangkan para Biksu Budha tidak makan daging, hidup sebagai vegetarian.

Lihatlah, antar keyakinan itu saling bertabrakan satu sama lain, mungkinkah semuanya dianggap benar? Masya Allah, betapa dungu sedungu-dungunya kaum Pluralis itu. Nanti, kalau ada seseorang yang tiba-tiba melempar batu ke arah penganut Pluralis itu, si pelempar bisa berargumen, “Melempar batu ke jidat Anda adalah kebenaran, dari sudut pandangan saya. Jadi mohon jangan salahkan ya!”

BAHAYA DEMOKRASI

Sebenarnya, masalah ini sudah sering dibahas di berbagai kesempatan. Saya hanya mengulang sedikit saja. Ideologi demokrasi adalah kekufuran juga. Mengapa? Paham ini meyakini sebuah prinsip, vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan). Artinya, peranan Tuhan dalam segala levelnya bisa diamputasi, diganti keputusan-keputusan yang diputuskan oleh manusia sendiri.

Peranan Allah Ta’ala dalam segala masalah bisa diamputasi, diganti segala putusan yang diperoleh melalui mekanisme demokrasi itu sendiri. Ini adalah ideologi kekafiran juga. Padahal sifat ajaran Islam adalah mengikuti petunjuk, bukan membuat petunjuk sendiri, atau trial and error.

Seseorang disebut MUSLIM karena dia melakukan TASLIM. Apakah taslim? Ia adalah berserah diri untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Inilah hakikat Islam, yaitu mengikuti petunjuk Allah.

Dalam Al Qur’an disebutkan, “Keluarlah kalian (Adam dan Hawa) dari syurga, maka bilamana nanti datang petunjuk dari-Ku kepada kalian, maka siapa yang mengikuti petunjuk-Ku tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (Al Baqarah; 38).

Inilah jalan Islam, yaitu mengikuti petunjuk Allah, bukan membuat parameter kebenaran sendiri, sekalipun ia disebut sebagai DEMOKRASI, diputuskan dengan suara terbanyak.

KESIMPULAN

Dengan pembahasan ini, maka sangat jelas bahwa seruan Humanisme-Pluralisme-Demokrasi adalah: Seruan kekafiran, sekafir-kafirnya manusia kepada Kitabullah dan Sunnah. Bahkan, seruan Humanisme-Pluralisme-Demokrasi itu sebenarnya membahayakan semua agama, bukan hanya Islam. Dengan Humanisme-Pluralisme-Demokrasi, lama-lama eksistensi agama akan mati.

Tetapi karena di dunia ini yang memang sangat kokoh dalam memegang keyakinannya adalah Ummat Islam, maka slogan Humanisme-Pluralisme-Demokrasi dianggap sebagai ofensif untuk memerangi agama ini.

Namun Al Qur’an menjelaskan, “Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka (dengan segala media yang mereka miliki), namun Allah berkehendak menyempurnakan cahaya agama-Nya, meskipun orang-orang kafir itu tidak menyukainya.” (As Shaaff).

Andaikan saat ini banyak orang mengelu-elukan Gus Dur, dan menyebutnya sebagai pahlawan Humanisme-Pluralisme-Demokrasi, pada dasarnya mereka tidak mengerti saja. Mereka hanya memandang ideologi Humanisme-Pluralisme-Demokrasi dari kulitnya yang tampak manis.

Nanti pada ujungnya, ideologi Humanisme-Pluralisme-Demokrasi ini sepenuhnya merupakan slogan yang dikembangkan oleh Freemasonry. Mereka ingin membabat semua agama/ideologi di dunia dengan ketiga slogan itu. Lalu mereka nanti akan mengarahkan manusia untuk memuja Lucifer, sang iblis.

Jadi, media-media massa, ormas, tokoh-tokoh, anggota DPR, dan siapapun yang ngeyel ingin mentahbiskan Gus Dur sebagai pahlawan nasional, pada dasarnya mereka itu berada satu jalur ke arah tujuan penghambaan Lucifer. Hanya saja, mereka tidak tahu! Ya Allah, pimpin mereka ke arah kebenaran, pimpin ke arah taubat dan pengertian Islam. Allahumma amin ya Rahmaan ya Rahiim.

AMW.