Wednesday, September 2, 2009

Demokrasi Dalam Kehidupan Rumah Tangga

Seorang teman di kantor saya bertanya, “Siapa pengambil keputusan di keluargamu? Apakah kamu sendiri atau berdua dengan istrimu?”. Saya menjawab bahwa untuk masalah besar kami selalu musyawarah bersama. Teman saya itu terlihat puas dengan jawaban saya, dia kemudian menjelaskan bahwa di dunia ini banyak suami yang otoriter, mengambil keputusan sendiri sementara istrinya harus mengikuti. Teman saya ini seorang wanita karir yang sudah bertahun-tahun menafkahi keluarganya.

Mendengar teman saya berkata seperti itu, saya kemudian menjelaskan kepadanya maksud jawaban saya sebelumnya. Saya bilang kepadanya, ”Well, dalam satu kapal tidak boleh ada 2 kapten”. Saya menjelaskan bahwa musyawarah yang saya dan istri saya lakukan adalah media untuk membantu saya mengambil keputusan. Keputusan terakhir ada di tangan saya sebagai pemimpin rumah tangga, tetapi sebagai leader yang baik saya harus bisa “mendengarkan” istri dan bahkan anak-anak saya. Entah karena jawaban saya atau karena sesuatu yang lain, dia kemudian mengalihkan pembicaraan ke topik yang lain.

Di negara barat termasuk Kanada tempat saya tinggal saat ini, saya melihat mereka mencoba memasukkan unsur demokrasi ke dalam rumah tangga sebisa mungkin. Menurut kamus Internet Wikipedia, prinsip utama demokrasi ada 2 yaitu kesamaan (equality) dan kebebasan (freedom). Pada umumnya dalam sebuah rumah tangga di Kanada, istri punya hak dan kewajiban yang sama dengan suami. Adalah suatu hal yang wajar melihat ada suami yang memasak, belanja, atau menjaga anak sementara istri bekerja. Sebaliknya wajar juga kita melihat sang istri mencuci mobil, mengecat rumah, atau memperbaiki atap rumah. Bagi mereka hal ini adalah perwujudan dari kemandirian mereka dalam hidup berumah tangga. Kekuasaan dalam rumah tangga pun di bagi 50-50 antara suami dan istri sehingga masing-masing mempunyai hak yag sama dalam mengambil keputusan.

Dalam hal kebebasan, seorang istri bebas melakukan apa saja asal tidak mengganggu orang lain, demikian juga sebaliknya untuk sang suami. Sang istri boleh saja bekerja sampai larut malam, atau berliburan ke Hawaii bersama teman-temannya walaupun suaminya keberatan. Suami tidak berhak melarang. Sebaliknya suami juga boleh tidak memberi nafkah istri, atau memuaskan hobinya mancing di laut berhari-hari, walapun istrinya keberatan. Suami dan istri saling menghargai kebebasan masing-masing.

Lain padang lain belalang. Begitupun dalam urusan rumah tangga, setiap orang mempunyai cara masing-masing dalam mengatur urusan rumah tangganya. Saya yang dilahirkan dan dibesarkan di Indoesia dengan keluhuran budayanya, merasa bersyukur pada norma-norma agama maupun sosial yang selama ini saya jadikan patokan dalam hidup berumah tangga. Bagaimana dengan Anda? Apakah anda menerapkan demokrasi dalam kehidupan rumah tangga anda?

No comments:

Post a Comment